HUT BABA KE 79

Wacana Bhagawan pada perayaan HUT Beliau ke 79 (23 November 2004)

KETAHUILAH TUJUAN KELAHIRANMU SEBAGAI MANUSIA

Tanpa keempat keutamaan: satya ‘kebenaran’, dharma ‘kebajikan’, prema ‘kasih’, dan shaanti ‘kedamaian’ yang sesungguhnya merupakan soko guru rumah gadang sanaatana dharma, maka segala pendidikanmu, kedudukanmu yang tinggi, amal, dan bakti sosial yang kaulakukan tidak banyak nilainya.
( Puisi bahasa Telugu ).

Perwujudan kasih!

Kalian semua melupakan tujuan kedatanganmu di dunia ini. Jangan pernah lupa dari mana engkau datang, apa tujuan kedatanganmu, dan ke mana engkau harus pergi. Pada sepucuk surat harus tertulis alamat si pengirim dan alamat yang dituju. Bila kedua alamat ini tidak ada, maka akan tiba di mana surat itu? Surat itu akan sampai ke kantor tempat surat-surat yang tidak dikenal. Demikian pula sekarang kalian berada di dunia tanpa mengetahui kedua alamat ini. Engkau bisa membayangkan dengan jelas akan bagaimana nasibmu. Karena itu, engkau harus berusaha mencari jawaban setidak-tidaknya untuk satu dari ketiga pertanyaan tersebut. Jika tidak, hidupmu akan sia-sia belaka.

Ketahui Sumber Asal dan Tujuanmu

Ini sebuah cerita pendek. Di wilayah delta Distrik Godaavarii Timur dan Barat, negara bagian Andhra Pradesh, orang-orang pergi ke tempat kerja mereka dengan naik perahu menyeberangi Sungai Godaavarii. Suatu hari seorang pedagang bepergian dengan naik perahu. Selain pedagang tersebut, tidak ada penumpang lain dalam perahu. Biasanya dalam perjalanan orang senang bercakap-cakap untuk melewatkan waktu. Tukang perahu memulai percakapan dengan menanyakan kepada pedagang itu dari mana ia datang. Kemudian pedagang tersebut bertanya kepada tukang perahu, “Apa kabar di koran hari ini?” Tukang perahu menjawab, “Saya tidak tahu, Tuan, karena saya tidak bisa membaca dan menulis.” “Kalau Bapak tidak bisa membaca dan menulis, maka seperempat hidup Bapak sia-sia saja,” kata pedagang tersebut. Tukang perahu menyesali keadaannya yang menyedihkan dan diam saja.

Setelah beberapa menit, pedagang itu bertanya lagi, “Tahukah Bapak berapa harga emas dan perak di pasar Mumbai sekarang ini?” Tukang perahu menjawab, “Tuan! Saya tidak mempunyai pengalaman berdagang. Karena itu, saya tidak tahu berapa harga emas dan perak di pasar Mumbai.” Pedagang itu berkomentar, “Kalau Bapak tidak mempunyai pengetahuan berdagang, maka separo hidup Bapak sia-sia saja.” Percakapan itu berlanjut. Ketika melihat arloji yang dikenakan tukang perahu, pedagang itu bertanya lagi, “Pukul berapa sekarang, Pak?” Walaupun mengenakan arloji, tukang perahu yang malang itu tidak tahu cara membaca waktu. Pedagang tersebut bertanya lagi, “Kalau begitu, mengapa Bapak memakai arloji?” Tukang perahu menjawab, “Tuan, sekarang sedang mode mengenakan arloji. Itulah sebabnya saya memakainya.” Lalu pedagang tersebut berkomentar, “Kalau Bapak bahkan tidak bisa melihat waktu dari arloji, maka tiga perempat hidup Bapak tenggelam dalam Sungai Godaavarii.”

Sementara itu angin ribut mendadak bertiup kencang sehingga air sungai bergelora dan menimbulkan gelombang yang tinggi. Perahu itu mulai terombang-ambing dan akhirnya tidak bisa dikendalikan lagi. Tukang perahu lalu bertanya kepada pedagang tersebut, “Tuan! Bisakah Tuan berenang?” Si pedagang menjawab, “Aduh! Saya tidak bisa berenang.” Sekarang giliran tukang perahulah yang berkomentar, “Kalau begitu, seluruh hidup Tuan akan tenggelam dalam Sungai Godaavarii.”


Atasi Segala Cobaan Hidup dengan Bakti dan Kepercayaan kepada Tuhan

Demikian pula kini kita terombang-ambing di sungai kehidupan duniawi. Kita tidak tahu mengapa kita berada di sini, di dunia ini, apa yang harus kita ketahui, ke mana kita harus pergi, dan dengan mengetahui apa kita bisa mencapai tujuan itu. Karena tidak mengetahui semua hal ini, maka seluruh hidup kita sia-sia saja. Karena itu, kita harus berusaha memahami mengapa kita telah lahir di dunia ini, apa sebenarnya kenyataan sejati kita, dan ke mana kita harus pergi. Kalau kita tidak bisa mencari jawaban setidak-tidaknya untuk satu dari tiga pertanyaan ini, maka perjalanan hidup kita akan berlangsung tanpa tujuan. Hidup kita hanya akan bermakna bila kita mengetahui dari mana kita berasal, ke mana kita menuju, dan di mana kita berada sekarang.

Goldstein ( Ketua Prashanti Council ‘pimpinan Organisasi Sai sedunia’) dan istrinya sering berkunjung ke Prashanti Nilayam. Pada salah satu kunjungannya, ia naik mobil bersama Swami menuju Universitas. Kutanya Goldstein tentang rencana perjalanannya. Ia menjawab bahhwa ia akan pulang hari itu. Kukatakan kepadanya agar jangan berangkat hari itu. Goldstein berkata bahwa ia akan berangkat dari Prashanti Nilayam hari itu, tetapi kemudian berangkat dari Mumbai pada penerbangan keesokan harinya. Akhirnya Aku berkata, “Terserah kalau engkau mau berangkat.” Goldstein tidak sadar bahwa hidupnya akan berada dalam bahaya yang besar bila ia berangkat hari itu.

Ia pergi ke Mumbai lalu naik pesawat ke Amerika. Ternyata pesawat itu dibajak. Dua pembajak berdiri mengawasi pintu pesawat dan dua lainnya berkeliaran dalam pesawat dengan senapan mesin terisi penuh dan diarahkan kepada para penumpang. Para penumpang sangat terkejut dan ketakutan.

Pada waktu itu barulah Goldstein mengerti mengapa Aku memberitahu agar ia tidak berangkat hari itu. Ia berdoa kepada-Ku sebagai satu-satunya pelindung. Istrinya yang sangat berbakti mulai mengucapkan nama-Ku, “Sai Ram, Sai Ram, Sai Ram.” Pada waktu itu Goldstein berkata kepada istrinya, “Swami menasihati saya agar tidak berangkat hari ini, tetapi saya tidak mengikuti petunjuk Swami. Karena itu, sekarang kita berada dalam situasi ini.” Mereka tetap berada di pesawat sebagai sandera sampai lama tanpa makanan, air, dan tanpa tidur. Mereka sangat susah dan tertekan. Istri Goldstein sangat mendalam baktinya. Biasanya wanita lebih berbakti daripada pria. Pada waktu itu para pembajak mulai memberondong pria, wanita, dan anak-anak tanpa belas kasihan. Mayat-mayat bergelimpangan dalam pesawat. Goldstein dan istrinya duduk di pesawat bagian depan. Pembajak mulai menembaki penumpang di sekeliling mereka. Goldstein dan istrinya mengira giliran mereka akan segera tiba. Meskipun begitu, mereka terus berdoa kepada-Ku, “Sai Ram, Sai Ram, Sai Ram.” Mereka berdoa kepada-Ku di dalam hati sambil memejamkan mata. Ketika salah satu pembajak itu menatap pasangan tersebut, Ny.Goldstein sedang mengucapkan nama Swami dengan tiada hentinya sampai ia lupa pada segala hal lainnya. Pelantunan nama Swami ternyata menimbulkan hasil yang menakjubkan dan ia tidak ditembak. Kemudian Goldstein bangkit dan berdiri di pintu masuk pesawat, tetapi para pembajak itu tidak dapat melihat dia walaupun pada waktu itu perawakannya besar dan kekar. Dengan demikian hidup Goldstein selamat berkat rahmat Swami. Sementara itu habislah semua peluru yang dimiliki pembajak. Mereka lalu ditangkap polisi. Goldstein dan istrinya dibebaskan dan dipindahkan ke pesawat lain yang berangkat ke Amerika.

Meskipun demikian, peristiwa mengerikan itu terus terbayang dalam ingatan mereka. Setelah beberapa hari, polisi datang untuk menanyakan kejadian tersebut. Goldstein ditawari ganti rugi, tetapi ia tidak mau menerimanya.

Setelah dua bulan Goldstein datang ke Prashanti Nilayam lagi dan mendapat darshan-Ku. Sekarang ia tahu dari pengalamannya sendiri bahwa bila ia melakukan naamasmarana ‘melantunkan nama Tuhan’, ia tidak perlu merasa takut walaupun berada dalam keadaan apa saja. Setelah mendapat darshan-Ku, Goldstein menjadi tenang lagi. Sejak itu, bila Aku menanyakan kapan dia akan pulang, ia menyerahkannya kepada kehendak Sang Avatar. Ia sadar bahwa lebih baik Aku yang mengurusnya. Sejak itu, ia mematuhi perintah-Ku secara mutlak dan berangkat untuk perjalanan pulang pada hari yang Kutetapkan. Sejak itu keyakinannya pada perkataan-Ku menjadi teguh tidak tergoyahkan.


Jangan Menyia-nyiakan Kelahiran yang Sangat Berharga sebagai Manusia untuk Mengejar Hal-hal yang Tidak Berguna
Kini orang-orang tidak mengetahui dari mana asal kedatangan mereka dan ke mana mereka akan pergi. Setelah mendapat pengalaman seperti itu, barulah keyakinan mereka menjadi teguh. Tanpa menyadari nilai kelahiran sebagai manusia, mereka melewatkan waktu untuk makan dan minum. Meskipun begitu, engkau harus mengerti bahwa manusia telah lahir di dunia ini tidak sekadar untuk menikmati makanan dan minuman. Kebenaran ini telah dijelaskan oleh Adi Shangkara dalam lagu Bhaja Govindamnya yang terkenal sebagai berikut.

“Bhaja Govindam, bhaja Govindam Govindam bhaja muudha matee Sampraapte sannihite kaalee Nahi-nahi rakshati dukrn karanee.”

Artinya,
‘Oh orang yang bodoh, lantunkan nama Tuhan,
peraturan tata bahasa tidak akan menyelamatkan engkau
bila ajal menjelang’.

Hidup manusia bukan hanya dimaksudkan untuk makan, minum, tidur, dan mati. Dalam kehidupan ini ada tujuan-tujuan lebih tinggi yang harus dicapai. Tujuan kelahiran sebagai manusia bukan hanya untuk menikmati makanan dan kesenangan. Juga bukan untuk memperoleh pendidikan. Tujuan kelahiran sebagai manusia itu sama sekali berbeda, walaupun orang-orang telah melupakannya. Engkau harus mencapai tujuan kelahiranmu yang sebenarnya. Tubuh itu lahir, tumbuh, dan mati. Sebelum tubuh mati, manusia harus mencapai tujuan sejati kelahirannya di dunia. Manusia harus menyelamatkan hidupnya dengan melakukan kegiatan untuk menolong dan melayani orang/makhluk lain.


Perwujudan kasih!

Dalam perjalanan hidup ini ada beberapa cobaan dan kemalangan. Engkau harus memperoleh kekuatan untuk menghadapinya dengan tabah. Itulah kekuatan kehidupan spiritual. Janganlah engkau kehilangan kepercayaan pada diri sendiri dan menghentikan usahamu di tengah jalan. Dalam lautan kehidupan duniawi ini (bhavasaagara) tentu kadang-kadang ada gelombang-gelombang besar yang mengombang-ambingkan perahumu naik dan turun. Hanya nama Tuhanlah yang dapat membawamu menyeberangi lautan kehidupan sebagaimana dinyatakan oleh Adi Shangkara.

“Punarapi jananam, punarapi maranam, Punarapi jananii jatharee shayanam, Iha samsaare bahu dustaree, Kriparaaparee paahi muraaree.”

Artinya,
‘Oh Tuhan, aku terperangkap dalam lingkaran kelahiran dan kematian. Berulang-ulang aku mengalami penderitaan yang tak terhingga tinggal dalam rahim ibu.
Sulit sekali menyeberangi samudra kehidupan duniawi ini. Mohon bawalah aku menyeberangi lautan ini dan anugerahkan kebebasan kepadaku’.


Kelahiran sebagai manusia bukannya dimaksudkan untuk melewatkan hidup tanpa tujuan dan akhirnya meninggalkan dunia hanya untuk lahir lagi berulang-ulang dari rahim ibu. Ada tujuan tertentu mengapa manusia lahir di dunia ini. Karena itu, engkau harus mewujudkan tujuan itu dan menyucikan hidupmu. Pendidikan kita, pekerjaan kita, dan uang hasil kerja kita, semua ini harus digunakan secara bermakna.

Dewasa ini siswa menuntut ilmu untuk bekal mencari nafkah. Mereka meraih gelar hanya dengan tujuan mendapatkan uang. Apa hebatnya berusaha keras untuk mengisi perutmu sendiri? Bahkan anjing dan rubah pun mengisi perut mereka. Mungkin engkau sudah melihat dalam sirkus bahwa kera pun mempelajari beberapa jenis keahlian dan dipertontonkan. Setelah lahir sebagai manusia janganlah engkau bertingkah laku seperti anjing, rubah, dan kera. Bila engkau bertingkah laku seperti itu, lalu apa guna pendidikanmu? Pendidikan yang kauperoleh harus kaugunakan dengan baik. Hanya dengan demikianlah pendidikan itu akan bermakna dan menguatkan kepribadianmu. Tujuan hidupmu bukan hanya untuk meraih gelar. Tentu saja engkau harus belajar, tetapi tidak cukuplah bila engkau belajar hanya untuk mendapatkan gelar.

Dapatkah orang yang bisa membaca dan menulis kausebut sebagai orang yang terpelajar? Dapatkah orang disebut terpelajar hanya karena ia mempunyai gelar? Dapatkah proses pengajaran yang tidak menumbuhkan keutamaan kausebut sebagai pendidikan? Bila pendidikan itu sekadar untuk mencari penghasilan, Tidakkah kita lihat unggas dan margasatwa pun bisa terus hidup? ( Puisi bahasa Telugu ).

Pendidikanmu akan bermakna bila kaugunakan baik untuk ( bekal ) hidupmu maupun untuk ( sarana ) penghidupan. Karena itu, setiap orang harus selalu mengingat tujuan kehidupannya sebagai manusia. Mungkin engkau berkata, “Saya sudah lulus M.B.A.; saya sudah meraih beberapa gelar.” Akan tetapi, apa gunanya? Mendapatkan berbagai gelar tanpa mencamkan pengetahuan spiritual tidak ada maknanya. Hanya manusialah yang mempunyai kemampuan untuk menyadari tujuan hidupnya. Ada beberapa orang yang merasa puas ( dengan hidupnya ) dan berpikir, “Aku lahir, aku terpelajar, aku sudah mendapat banyak uang, aku punya simpanan yang lumayan di bank, aku sudah menyekolahkan anak-anakku dan sudah mengirim mereka untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.” Akan tetapi, tujuan hidup manusia bukan hanya itu. Janganlah engkau pernah melupakan tujuan kelahiranmu di dunia ini. Sayangnya kini engkau sudah melupakan tujuan hidupmu dan asyik melakukan kegiatan yang sia-sia. Selama hidupmu, engkau harus mengalami ketenteraman batin. Engkau harus mencapai kebahagiaan jiwa yang sejati dan abadi.


Abdikan Hidupmu untuk Melayani Masyarakat

Mahatma Gandhi pergi ke London dan memperoleh gelar dalam bidang hukum. Setelah kembali ke Bharat ‘India’, ia ingin menggunakan pendidikannya untuk melayani masyarakat. Ia bergabung dengan Konggress Nasional India dan bekerja tanpa kenal lelah untuk membebaskan tanah air dari penjajahan Inggris. Ia menghadapi cobaan yang sangat berat, tetapi tidak menghentikan tekadnya untuk mengabdi tanah air. Ia mengorbankan seluruh hidupnya untuk mencapai kemerdekaan bagi negerinya. Ia menjalani hidup yang sangat sederhana dan hanya mengenakan sarung kecil (dhoti) serta kain penutup bahu. Istrinya, Kasturbha, adalah wanita yang berbudi luhur. Ia selalu melayani suaminya dengan penuh bakti. Ketika Gandhi dipenjarakan, ia sibuk berdarmabakti bagi tanah air. Semangat pengorbanannyalah yang selama itu melindunginya. Pada waktu terlibat dalam gerakan kemerdekaan, beberapa kali suami istri itu terpisah. Namun, Kasturba menghadapi situasi itu dengan tabah karena ia yakin bahwa segala hal yang terjadi hanya berlangsung demi kebaikannya. Demikianlah orang yang dengan hati mulia mengabdikan hidupnya untuk melayani orang lain, hanya akan melihat kebaikan senantiasa. Akhirnya negeri mencapai kemerdekaan dan Jawaharlal Nehru menjadi perdana menteri yang pertama.

Subhash C. Bose adalah salah satu pemimpin besar gerakan kemerdekaan yang hatinya baik dan dijiwai oleh semangat cinta tanah air. Hanya karena usaha orang-orang yang penuh pengorbanan semacam itulah, maka negeri ini berhasil mencapai kemerdekaan. Meskipun demikian, tidak cukuplah bila kita hanya bebas dari penjajahan bangsa asing. Kita harus mencapai swarajya ‘kebebasan spiritual’ ( bebas dari perbudakan pada keinginan jasmani dan duniawi ).


Siswa terkasih!

Engkau harus bersedia mengorbankan bahkan hidupmu demi tanah air. Engkau bukan badan. Badan ini hanyalah alat dan sarana untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dan luhur. Badan harus digunakan untuk mencapai tujuan yang luhur dan mulia ini.

Badan dapat diibaratkan dengan pakaian yang kita kenakan. Pada suatu hari kelak badan ini pasti akan binasa. Selama itu, badan harus dipelihara dengan baik. Hanya dengan pengorbananlah ( tyaaga ), maka manusia dapat mencapai kemanunggalan dengan ( kesadaran ) Tuhan atau yoga. Itulah yang dinyatakan kitab-kitab Weda.
“Na karmanaa, na prajayaa, dhanena tyaagenaikena amrtattvamanashuh.”

Artinya,
‘Keabadian dicapai bukannya dengan kegiatan, keturunan, atau kekayaan; keabadian hanya dicapai dengan pengorbanan’.


Setelah lahir sebagai manusia, kita harus membaktikan hidup kita untuk mengabdi Tuhan dan untuk merenungkan Tuhan dengan tiada putusnya. Bila engkau melakukan hal itu, penyakit-penyakit jasmani tidak akan mengganggumu. Engkau harus membuang kelekatan pada tubuh ( dehaabhimana ) dan meningkatkan kesadaran spiritual bahwa kenyataanmu yang sebenarnya adalah atma ( aatmabhimana ).

Aku ingin menceritakan suatu contoh kecil kepada kalian. Ketika Aku berada di Bangalore beberapa waktu yang lalu, tubuh ini jatuh di kamar mandi. Dua ( mantan ) mahasiswa yang bernama Satyajit dan Achintya melayani keperluan-keperluan-Ku dengan penuh bakti. Pelayanan dan bantuan yang mereka berikan kepada-Ku besar sekali. Kukatakan kepada mereka, “Aku tidak melekat pada badan. Aku bukan badan ini. Selama badan ini ada, Aku harus melakukan pekerjaan-Ku.”

Para dokter menasihati Aku agar menjalani operasi sehingga tulang yang patah bisa lekas sembuh. Kuserahkan tubuh ini di tangan para dokter dan Kubiarkan mereka melakukan apa saja yang hendak mereka lakukan dengannya. Para dokter hendak memasang gips pada tubuh ini, tetapi Aku tidak setuju. Sampai sekarang Aku tetap bisa berjalan. Aku tidak merasa sakit atau menderita. Bila engkau melepaskan kelekatanmu pada tubuh, engkau dapat mencapai apa saja dalam hidupmu.

Apa pun yang Kulakukan, itulah yang Kukatakan. Orang harus melakukan apa yang dikatakannya, dan mengatakan apa yang dilakukannya. Itulah sifat kemanusiaan yang sebenarnya.

“Manasyeekam vachasyeekam karmanyeekam mahaatmanaam. Manasyanyat vachasyanyat karmanyanyat duraatmanaam.”

Artinya,
‘Mereka yang pikiran, perkataan, dan perbuatannya selaras sepenuhnya adalah orang-orang yang mulia.Mereka yang tidak selaras dalam ketiga hal ini adalah orang yang jahat’.


Banyak bakta merasa khawatir karena Swami sulit berjalan dan mungkin menderita nyeri yang hebat. Aku hendak mengulang lagi bahwa Aku tidak merasa sakit atau menderita. Sampai hari ini aku sama sekali tidak menderita rasa sakit apa pun. Aku bisa berdiri berapa pun lamanya, walaupun para dokter menasihati Aku agar jangan melakukannya. Bahkan sekarang pun Aku telah berdiri lama. Aku sama sekali tidak menderita. Aku bahkan tidak makan sebutir obat pun. Aku tidak mengenakan gips. Aku selalu berada dalam penghayatan atma. Aku memberi teladan dengan perbuatan-Ku.


Siswa terkasih!

Badan itu tentu menderita. Badan dapat diibaratkan dengan gelembung air. Pikiran dan perasaan seperti kera gila. Jangan mengikuti badan, jangan mengikuti pikiran dan perasaan; ikuti suara hatimu. Tingkatkan kesadaran atma ( aatmabhimana ). Bila engkau meningkatkan kesadaran atma, tidak ada rasa sakit yang bisa menyusahkan engkau. Untuk mengajarkan aatmabhimana ini kepada kalian, maka Aku memperlihatkan teladan ini. Aku tetap melakukan pekerjaan-Ku seperti sedia kala. Aku tidak mengalami hambatan apa-apa. Aku sama sekali tidak merasa sakit. Aku mengatakan hal yang sebenarnya kepadamu. Aku tidak menutup-nutupi kenyataan. Sesungguhnya Aku tidak tahu atau merasakan apa sebenarnya yang disebut sakit itu. Kita harus menghadapi kesulitan dengan tabah. Hanya untuk mengajarkan ketabahan dan keberanianlah, maka Kutimpakan cobaan ini pada diri-Ku sendiri. Engkau harus mengikuti ideal-Ku. Jangan pernah mementingkan penderitaan badan. Buanglah kelekatan pada tubuh. Meskipun demikian, sibukkan badanmu dalam kegiatan yang baik. Sibukkan badanmu untuk mengabdi Tuhan. Badan kita adalah anugerah Tuhan. Untuk tujuan apa Tuhan menganugerahkan badan ini kepada kita? Hanya untuk mengabdikannya dalam pelayanan kepada Tuhan.


Perwujudan kasih!

Badan telah dianugerahkan kepadamu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan suci. Banyak orang heran mengapa Swami tidak merasa lelah walaupun melakukan berbagai kegiatan yang meletihkan. Terutama para wanita bisa cepat sekali melihat tanda-tanda kelelahan. Aku ingin meyakinkan engkau bahwa selama ini berat badan-Ku selalu tetap dan kesehatan-Ku selalu baik. Berat-Ku tidak pernah bertambah dan Aku tidak menjadi lemah. Aku bisa berjalan cepat, tetapi Aku tidak melakukannya untuk menyenangkan para dokter. Para dokter sudah mewanti-wanti agar Aku tidak berjalan cepat. Mereka menasihati Aku, “Swami, mohon jangan berjalan cepat. Izinkan dua mahasiswa selalu mengiringi untuk menolong Swami.” Maka, sekadar untuk menyenangkan dan memuaskan para dokter, Aku menyuruh dua ( mantan ) mahasiswa ini mengiringi Aku. Aku tidak menyusahkan para pemuda ini. Kedua pemuda ini: Arun dan Prusty, pergi ke kantor mereka dan bekerja di sana di samping melayani keperluan-Ku. Bila Prusty Kupanggil, ia segera berlari masuk. Bila Kuminta ia agar mengambilkan segelas air, ia langsung memberikannya kepada-Ku. Aku minum air yang diambilkannya. Demikian pula kedua pemuda ini selalu melayani Aku dengan bakti dan kasih.


Aku Tidak Menjadi Tua

Perwujudan kasih!

Hari ini kalian merayakan ulang tahun ke-79 tubuh ini. Sesungguhnya tubuhlah yang mempunyai tanggal lahir. Tetapi, apakah Aku kelihatan seperti orang yang berumur 79 tahun? Tidak. Tidak. Tidak hanya sekarang, bahkan pada usia 80 atau 90 tahun pun Aku akan terus seperti ini ( tepuk tangan menggemuruh sampai lama ). Aku tidak akan pernah tergantung pada orang lain. Mata dan gigi-Ku berada dalam keadaan sempurna. Biasanya pada waktu orang mencapai usia 79 tahun, semua giginya akan tanggal. Penglihatannya akan terpengaruh oleh katarak. Kulitnya akan keriput. Tetapi aku sama sekali tidak keriput. Usia lanjut tidak berpengaruh pada-Ku ( tepuk tangan gegap gempita ). Sesungguhnya Aku tidak menjadi tua.

Demikian pula engkau juga harus meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. Pasti engkau akan merasa bahwa keadaanmu baik. Tidak hanya Aku, kalian semua harus sehat walafiat. Akan tetapi, engkau merusak kesehatanmu sendiri. Engkau menyalahgunakan kekuatan fisikmu dalam berbagai hal. Bila kaugunakan tubuhmu dengan baik, engkau bisa maju pesat dengan rahmat Swami. Engkau bisa melayani dan menolong orang-orang berapa pun banyaknya dengan badan dan pikiran yang sehat.

Peliharalah tubuhmu bukannya untuk memamerkan ketampanan/kecantikanmu, tetapi untuk menolong dan melayani orang lain. Bahkan bagi-Ku pun badan ini dimaksudkan untuk menolong dan melayani orang lain. Aku bersedia melakukan apa saja untuk menolong umat manusia. Aku bahkan bersedia mengorbankan hidup-Ku. Demikian pula, engkau juga harus selalu siap menolong dan melayani orang/makhluk lain.

Jangan pernah menganggap badan sebagai sesuatu yang sangat penting. Engkau juga tidak boleh membuang-buang kekuatan jasmani. Engkau harus menggunakan badan jasmani ini dengan sepatutnya dan juga mendapatkan cukup kekuatan mental. Engkau harus maju dengan baik dalam studimu dan menyucikan hidupmu dengan menolong serta melayani sesamamu manusia.
Engkau harus selalu siap menghadapi segala situasi kehidupan dengan berani. Itulah sifat umat manusia yang sesungguhnya. Bila bantuan serta pelayananmu diperlukan, engkau harus segera menanggapinya dengan berkata, “Saya siap, saya siap, saya siap.” Tingkatkan keberanian dan kepercayaan pada diri sendiri seperti itu dan jadilah teladan bagi dunia.

Berlindunglah pada kaki Tuhan yang suci. Jangan menghiraukan penderitaan badan. Berdarmabaktilah bagi tanah air sejauh kemampuanmu. Gunakan setiap kesempatan kecil ( yang kauperoleh ) untuk melayani negara dan masyarakat. Bahkan pertolongan kecil yang kaulakukan untuk seorang nenek yang kaujumpai di jalan adalah darmabakti. Jangan pernah berpikir, “Keuntungan apa yang kuperoleh dengan menolong nenek ini?” Bahkan memberikan pertolongan kecil seperti itu akan besar pahalanya. Karena itu, teruslah berdarmabakti. Tidak ada saadhanaa yang lebih hebat daripada menolong dan melayani sesama manusia.

“Seva bhina nirvan nahin.”

Artinya,
‘tiada keselamatan tanpa melakukan darmabakti’.

Pada waktu menolong dan melayani orang lain, jangan menghiraukan kesulitan atau hal-hal tidak enak yang mungkin kaualami.

Aku tidak bermaksud merayakan ulang tahun-Ku secara besar-besaran. Aku hanya ingin engkau menjaga dan memelihara tubuhmu agar berada dalam keadaan baik dan kaugunakan untuk menolong serta melayani masyarakat. Inilah tujuan perayaan ulang tahun-Ku yang sebenarnya. Engkau harus selalu siap mengabdikan hidupmu untuk melayani masyarakat. Itulah saadhanaa yang sejati.

Bhagawan menyudahi wacana Beliau dengan kidung suci, “Hari bhajan bina sukha shaanti nahin,” ‘tanpa melantunkan nama Tuhan, tiada suka-cita dan kedamaian’.


Dari wacana Bhagawan pada perayaan hari ulang tahun Beliau di Pendapa Sai Kulwant, Prashaanti Nilayam 23 November 2004.

Diterjemahkan oleh: Dra. Retno S. Buntoro