TAHUN BARU TAMIL 2008

Wacana Bagawan pada perayaan Tahun Baru Tamil, 13 – 4 – 2008.

MILIKI KEPERCAYAAN PADA DIRI SENDIRI

DAN CAPAILAH SEGALA SESUATU



Negeri yang para putranya tersohor di segala penjuru dunia.

Negeri yang para pahlawannya melawan penyerbu dan penjajah untuk mencapai kemerdekaan.

Negeri termasyhur dengan para putra bijak cendekia yang disanjung di seluruh dunia.

Negeri tempat orang-orang suci, penyair, dan penyanyi kidung suci.

Oh para putra Bhaarat, majulah, junjung tinggi budaya pusakamu agar layak mewarisi masa lampaumu yang mulia.

( Puisi bahasa Telugu ).


Tidak mungkinlah melukiskan kebesaran dan kemuliaan negeri Bhaarat. Kini pun banyak orang yang kaya raya dan para pemimpin yang hebat, namun apa gunanya bila mereka tidak bersedia membuang ketamakan dan mengabdikan hidup mereka untuk kesejahteraan kaum miskin? Setelah lahir di negeri yang suci ini, para putra Bhaarat harus berusaha menyucikan hidup mereka dengan melayani dan menolong orang-orang yang miskin serta melarat.


Pupuklah Kepercayaan pada Diri Sendiri

Perwujudan kasih!

Dokter ( spesialis diabetes ) dan hakim yang tadi memberikan wacana, berbicara tentang Swami dan misi Beliau. Akan tetapi, pembicaraan mereka lebih berkaitan dengan masalah-masalah duniawi daripada masalah spiritual. Seseorang mungkin memperoleh berbagai jenis pendidikan, tetapi tanpa pengetahuan spiritual, semua itu tiada gunanya. Dewasa ini orang-orang mempunyai segala sesuatu, kecuali kepercayaan pada diri sendiri.

Dalam kata kepercayaan pada diri sendiri, ‘diri sendiri’ menunjuk pada ‘aku’. Apa arti kata aku? Hal yang tidak dapat dilihat dengan mata jasmani, atau didengar dengan telinga jasmani, atau dipahami pada taraf fisik adalah aku. Aku ini adalah kekuatan kesadaran ( chaitanya shakti ) yang suci, bertuah, dan ada di mana-mana.

Segala makhluk di dunia adalah ciptaan Tuhan. Tiada apa pun di dunia ini yang bukan ( perwujudan ) Tuhan. Orang-orang melihat perbedaan antara satu dengan yang lain. Ini salah besar. Semuanya satu ( eksistensi ). Ekam sat vipraah bahudhaa vadanti, artinya, ‘kebenaran itu satu, tetapi kaum bijak menyebutnya dengan berbagai nama’. Di dunia ini tidak ada entitas yang kedua. Sarvatah paanipaadam tat sarvato’kshi shiromukham, sarvatah shruthimalloke sarvamaavrtya tishthati. ( Bhagawad Gita, 13 : 13 ). Artinya, ‘Dengan tangan, kaki, mata, kepala, mulut, dan telinga ada di mana-mana, Tuhan meliputi segala sesuatu di seluruh alam semesta’.

Di dunia ini tiada apa pun tanpa kehadiran Tuhan. Segala sesuatu dipenuhi oleh ( kesadaran ) Tuhan. Tidak seorang pun berhak mengatakan bahwa ini bersifat Tuhan dan itu tidak. Tuhan ada bahkan dalam kesulitan, kesedihan, dan kesengsaraan.

Walaupun kita mempunyai kemampuan untuk memahami kekuatan Tuhan ini, sayangnya kita tidak berusaha menggunakannya. Bila kita amati pemandangan alam di sekeliling kita, kita lihat dataran yang luas dan beberapa sungai seperti Yamunaa, Ganggaa, Pinaakinii, Kaaverii, Tunggabhadraa, Godaavarii, Sarasvatii, dan sebagainya. Walaupun mempunyai tanah yang demikian luas dan banyak sungai, ada kekurangan makanan. Apa sebabnya? Sebabnya yaitu orang-orang tidak menggunakan kekuatan bawaan dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya. Sebaliknya, ia menyalahgunakan kekuatannya dan menyia-nyiakan kecerdasannya. Bila manusia berusaha di arah yang benar, ia dapat mencapai segala sesuatu.

Engkau harus mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu yang kaulihat di dunia ini adalah aspek Tuhan. Tiada lainnya selain ( perwujudan kesadaran ) Tuhan. Hanya ada satu eksistensi di alam semesta ini, tidak ada eksistensi yang kedua. Kita tidak mampu memahami kebenaran ini dan menderita karena berbagai salah pengertian. Orang-orang mempercayai berbagai hal yang ditulis orang lain dalam buku mereka, tetapi tidak seorang pun bersedia mempercayai diri mereka sendiri. Orang-orang mempunyai berbagai kepercayaan, kecuali kepercayaan pada diri sendiri. Apa gunanya mempunyai segala sesuatu, tetapi tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri? Kalau saja kita mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, kita dapat mencapai segala sesuatu; tiada apa pun di dunia ini yang tidak dapat kita capai.

Kita harus berusaha menyadari prinsip atma yang suci, bertuah, dan selalu baru. Namun, kini manusia tidak berusaha mengetahui dirinya sendiri. Bila kita bertanya kepada siapa saja, siapa namanya, ia akan menyebutkan nama yang diberikan oleh orang tuanya kepadanya. Bila kauajukan pertanyaan yang sama kepada Tuhan, Beliau akan berkata, “Aham Brahmaasmi,” ‘Aku Brahman ( kesadaran semesta )’.

Karena tidak mampu menyadari kebenaran ini, manusia menempuh jalan yang salah dan menjadi bingung. Kita tidak berusaha mengetahui apa yang seharusnya kita ketahui. Sebaliknya, kita berusaha mengetahui hal-hal yang tidak mungkin kita ketahui dengan indra. Mungkinkah manusia mengetahui Tuhan yang ada di mana-mana? Tidak mungkin. Karena itu, anggaplah apa pun yang terjadi sebagai kehendak Tuhan.

Segala perbedaan timbul karena kita mempunyai perasaan ini milikku dan itu milikmu. Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara engkau dan Aku. Engkau dan Aku itu satu ( tepuk tangan gegap gempita ).

Jangan mengira bahwa Tuhan ada di suatu tempat tertentu, terpisah ( dari dirimu ). Berpikirlah bahwa engkau adalah Tuhan. Engkau bukan badan. Badan itu seperti gelembung air. Pikiran seperti kera yang gila. Akal budi tidak mantap. Karena itu, engkau bukan badan, bukan pikiran, dan bukan akal budi. Engkau adalah engkau. Engkau harus berusaha mengetahui kebenaran ini.

Besok adalah Raama Navami ‘hari kelahiran Sri Raama’. Hal ini ada kisahnya. Pada Zaman Tretaa, Raja Dasharatha memerintah Ayodhyaa. Ia menikahi Kausalyaa, putri Raja Kosala. Setelah beberapa waktu, Kausalyaa melahirkan seorang putri yang dinamai Shaantaa. Namun, Dasharatha merasa tidak puas dengan kelahiran seorang anak perempuan dan ingin mempunyai anak laki-laki. Ia memberikan Shaantaa untuk diadopsi temannya ( Lomapaada, raja kerajaan Angga ).

Setelah itu, ia tidak mempunyai anak lagi. Sebab itu, Dasharatha ingin mempunyai istri lain. Sesuai dengan kebiasaan pada masa itu, sebelum menikah lagi, ia harus meminta izin istri pertamanya. Karena itu, Dasharatha menemui Kausalyaa dan berkata, “Aku berpikir untuk menikah lagi.” Kausalyaa menjawab, “Tentu saja, Paduka boleh melakukan apa yang Paduka inginkan.” Setelah mendapat izin dari Kausalyaa, ia menikahi Sumitraa dengan harapan dapat memperoleh anak laki-laki. Namun, Sumitraa pun tidak memberinya keturunan. Akibatnya, Raja Dasharatha menjadi sangat cemas.

Pada waktu itu ia mendapat informasi bahwa Raja Kekaya mempunyai putri yang cantik bernama Kaikeyii. Dasharatha menemui Raja Kekaya dan meminang putrinya sambil mengatakan bahwa ia sudah mempunyai dua istri. Ia selalu mengucapkan kebenaran. Satyaanaasti paro dharmah. Artinya, ‘tiada darma yang lebih mulia daripada mengikuti kebenaran’. Dasharatha tidak pernah mengatakan apa pun yang tidak benar. Ia menjelaskan segalanya secara rinci kepada Raja Kekaya. Kemudian Raja Kekaya berkata, “Anda sudah mempunyai dua istri dan mereka belum memberi Anda keturunan. Sekarang Anda menghendaki istri ketiga. Saya dapat menikahkan putri saya kepada Anda dengan syarat bahwa putra yang lahir darinya akan menjadi pewaris kerajaan Anda.” Dasharatha menyetujui syarat ini.

Demikianlah pernikahan itu dilangsungkan dengan penuh kegembiraan. Namun, ternyata Kaikeyii pun tidak mempunyai anak walaupun waktu telah lama berlalu. Karena itu, Dasharatha memutuskan untuk melakukan Yajna Putrakaameshti, ‘upacara pengurbanan untuk memohon agar dikaruniai anak’, sesuai dengan saran para sahabatnya. Resi Rishyasringga bersama istrinya, Shaantaa datang ke Ayodhyaa untuk melangsungkan Yajna Putrakaameshti. Ketika sang resi memasukkan persembahan ke dalam api suci sambil mengucapkan mantra-mantra yang sesuai, dari dalam api itu muncullah makhluk yang cemerlang. Makhluk surgawi itu memberikan sebuah wadah berisi paayasam, ‘bubur manis’, kepada Dasharatha dengan petunjuk agar dibagikan secara sama rata kepada ketiga permaisurinya. Demikianlah maka Dasharatha membagikan paayasam itu kepada Kausalyaa, Sumitraa, dan Kaikeyii. Kausalyaa dan Kaikeyii membawa bubur manis bagian mereka ke ruang doa mereka masing-masing. Kedua permaisuri itu merasa gembira karena masing-masing berpikir bahwa kelak putranya akan menjadi raja Ayodhyaa. Kaikeyii berpikir bahwa Dasharatha akan menobatkan putranya sesuai dengan janji yang telah diucapkan sang raja pada waktu menikahinya. Kausalyaa berpikir bahwa sebagai istri pertama, putranya berhak penuh untuk menjadi raja. Namun, Sumitraa tidak mempunyai hak apa-apa. Ia adalah teladan aneka kebajikan. Namanya Sumitraa mengandung arti dan menunjukkan bahwa ia adalah teman yang baik bagi semuanya. Ia membawa mangkuk bubur manisnya ke teras dan meletakkannya di dinding teras sementara ia mengeringkan rambutnya dalam sinar matahari. Tiba-tiba, seekor burung rajawali menukik, menyambar mangkuknya, lalu terbang dan meninggalkan mangkuk itu di suatu gunung. Anjana Dewi menemukan mangkuk itu lalu memakan bubur suci di dalamnya. Sebagai akibatnya, ia menjadi hamil dan melahirkan Hanumaan.


Ikatan Kasih antara Raama, Lakshmana, Bharata, dan Shatrughna

Sumitraa berlari turun dan memberi tahu Kausalyaa serta Kaikeyii tentang kejadian itu. Kausalyaa dan Kaikeyii menolongnya dan membagikan bubur manis mereka kepadanya. Kausalyaa memberikan separuh bubur bagiannya kepada Sumitraa, dan Kaikeyii pun melakukan hal yang sama. Pada waktunya kemudian, Kausalyaa melahirkan Raama, Kaikeyii melahirkan Bharata, dan Sumitra melahirkan Lakshmana serta Shatrughna. Kausalyaa dan Kaikeyii masing-masing mempunyai seorang putra, sedangkan Sumitraa mempunyai dua putra. Bila kita menyelidiki sebabnya, kita dapat memahami misteri di balik kejadian ini.

Putra Kausalyaa dan putra Kaikeyii bermain-main dengan riang dalam ayunan mereka, sedangkan putra Sumitraa menangis terus sepanjang waktu dan tidak mau menyusu. Sumitraa kebingungan memikirkan apa sebabnya mereka menangis. Ia mencoba berbagai jenis yantra ‘diagram mistik’, mantra, dan tantra agar kedua bayinya merasa senang. Akhirnya ia pergi menemui Resi Vasishtha dan memberitahukan keadaannya yang sulit.

Resi Vasishtha memejamkan mata. Dengan kewaskitaannya beliau mengetahui keadaan yang sebenarnya. Sang resi berkata kepada Sumitraa, “Karena Anda makan bubur suci pemberian Kausalyaa, Anda melahirkan Lakshmana yang merupakan bagian ( amsa ) dari Raama. Demikian pula Shatrughna lahir dari bagian bubur yang diberikan kepada Anda oleh Kaikeyii. Karena itu, Shatrughna merupakan bagian dari Bharata. Letakkan Lakshmana di samping Raama, dan Shatrughna di samping Bharata. Kemudian mereka akan beristirahat dengan tenang. Sumitraa melakukan petunjuk Resi Vasishtha. Baik Lakshmana maupun Shatrughna berhenti menangis dan mulai bermain-main dengan bahagia dalam ayunan mereka. Inilah dasar hubungan yang akrab antara Raama dengan Lakshmana, dan Bharata dengan Shatrughna.

Karena kedua putra Sumitraa, Lakshmana dan Shatrughna, selalu berada di dekat Raama dan Bharata, ia tidak mempunyai banyak kesibukan. Berkali-kali ia pergi ke tempat tinggal Kausalyaa dan Kaikeyii untuk melihat bagaimana kedua putranya bermain dengan kakak-kakaknya. Dengan demikian keempat putra Dasharatha tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih dan bahagia. Sumitraa senang sekali karena ia berpikir bahwa kelak bila anak-anak itu tumbuh dewasa, putranya Lakshmana akan mengabdi Raama, sedangkan Shatrughna akan mengabdi Bharata.

Raama, Lakshmana, Bharata, dan Shatrughna tumbuh menjadi empat pemuda yang gagah berani dan mereka belajar di bawah bimbingan orang tua mereka yang penuh kasih serta Guru Vasishtha.

Ketika Raama dan Lakshmana pergi untuk melindungi yajna Resi Vasishtha, sang resi membawa mereka ke istana Raja Janaka untuk mengikuti swayamvara ‘upacara yang dilangsungkan agar mempelai perempuan dapat memilih mempelai laki-laki’, yang diselenggarakan sang raja bagi putrinya, Siitaa.

Di situ Raama memasang tali busur Shiva dan memperoleh Siitaa sebagai istrinya. Pernikahan Raama dan Siitaa menjadi peristiwa yang sangat menggembirakan di Mithilaa. Warga Mithilaa menyanyikan lagu-lagu gembira, mengundang dan menyambut semua orang agar menyaksikan pernikahan Siitaa dan Raama.

Selamat datang semuanya yang menghadiri pernikahan Raama. Kita akan bersama-sama menyaksikan pemandangan yang menggembirakan ini. Banyak yang telah berkumpul, mengenakan pakaian dan perhiasan mereka yang terindah. Para wanita mengenakan kalung permata asli yang berkilau-kilauan. Hari ini Raama akan menikah dengan Siitaa yang jelita. Oh, betapa serasinya pasangan ini.

( Nyanyian bahasa Telugu )

Para wanita di kerajaan itu datang untuk ikut serta dalam pesta pernikahan dan dengan riang menyanyikan lagu-lagu gembira.

Ayoh, mari kita pergi dan menyaksikan pernikahan Raama dengan Siitaa. Pemandangan ini akan memberikan pahala yang sangat besar. Terberkatilah mereka yang melihat kejadian ini. Oh, ayoh datanglah semuanya, Dengan gembira saksikan pernikahan suci ini.

( Nyanyian bahasa Telugu ).


Setelah pernikahan, ketika rombongan pengantin sedang dalam perjalanan kembali ke Ayodhyaa, mereka mendengar suara yang memekakkan telinga. Sementara mereka heran memikirkan dari mana asal suara itu, Parashuraama muncul dan berteriak, “Siapa yang telah mematahkan busur Shiva?” “Saya yang telah melakukannya,” ujar Raama. “Kalau begitu, mari kita lihat apakah Anda dapat mematahkan busur saya,” sambil berkata demikian, ia menyerahkan busurnya ke tangan Raama. Bahkan busur itu pun dipatahkan oleh Raama dengan tangan kiri Beliau. Melihat ini, Parashuraama menyampaikan hormatnya kepada Raama dan menyerahkan dua kala ‘sinar atau kemuliaan’ yang dimilikinya kepada Raama yang memiliki 12 kala. Dua kala berasal dari adik-adiknya, dan dua lagi diberikan oleh Parashuraama. Dengan demikian Raama bersinar gilang gemilang dengan 16 kecemerlangan yang dimiliki makhluk kosmis ( virat purusha ). Dengan menyerahnya Parashuraama, kekuatan Raama menjadi sempurna dan lengkap.


Raama Menjunjung Tinggi Perkataan Ayah-Nya

Sementara waktu terus berlalu, Dasharatha mulai sadar bahwa usianya semakin lanjut dan sudah waktunya ia harus menobatkan salah seorang putranya sebagai pewaris takhta. Karena Raama adalah yang sulung di antara keempat putra dan memiliki segala keutamaan yang membuat-Nya layak menjadi raja di kerajaannya, Dasharatha berpikir akan menobatkan Raama sebagai pewaris takhta. Kabar ini diterima oleh warga kerajaannya dengan sangat gembira dan bahagia kerena mereka semua beranggapan bahwa Raama memang paling tepat untuk menjadi penguasa kerajaan Ayodhyaa.

Ketika Mantharaa mendengar kabar ini, ia menghadap Kaikeyii dan mengingatkannya pada dua anugerah yang pernah dijanjikan Dasharatha kepadanya. Mantharaa menyarankan agar Kaikeyii menuntut supaya Dasharatha menobatkan Bharata sebagai pewaris takhta, dan mengasingkan Raama ke hutan selama 14 tahun. Walaupun Kaikeyii lebih menyayangi Raama daripada Bharata, ia terpengaruh oleh nasihat jahat Mantharaa. Kaikeyii menanggalkan segala perhiasannya lalu merebahkan diri dengan sangat marah di ruangan tempat tinggalnya. Dasharatha datang ke ruang itu dan bertanya apa yang menyebabkan ia marah. Ketika Kaikeyii menuntut dua anugerah yang dahulu telah dijanjikan oleh Dasharatha, sang raja sangat menderita batin mendengar tuntutan itu. Dasharatha tenggelam dalam kesedihan terutama ketika Kaikeyii terus menuntut agar Raama diasingkan ke hutan selama 14 tahun. Akan tetapi, Raama langsung setuju untuk pergi ke hutan selama 14 tahun demi menghormati janji yang diucapkan ayahnya kepada Kaikeyii. Namun, ketika Lakshmana mendengar ini, ia menjadi sangat geram. Dalam luapan kemarahannya, ia bahkan berpikir akan menghabisi Kaikeyii dan Mantharaa. Raama menenangkan Lakshmana dengan berkata bahwa mematuhi perintah ayah adalah tugas utama mereka dan tidak seharusnya mereka melakukan tindakan apa pun untuk menentang hal itu.

Kaikeyii menghendaki agar Raama segera berangkat ke hutan. Lakshmana dan Siitaa juga memutuskan untuk menyertai Raama. Lakshmana pergi menemui ibunya, Sumitraa, dan mohon izin serta restunya untuk melayani Raama di hutan. Sumitraa senang sekali ketika mendengar Lakshmana akan menyertai Raama untuk mengabdi sang kakak.

Kemudian Lakshmana pergi menemui istrinya, Uurmilaa. Ketika ia masuk ke kamarnya, Uurmilaa sedang melukis. Uurmilaa adalah pelukis yang baik. Lakshmana bertanya, apa yang dilukisnya. Ia menjawab bahwa ia sedang melukis penobatan Raama. Mendengar ini, Lakshmana memberitahu istrinya bahwa Raama tidak jadi dinobatkan dan akan pergi ke hutan selama 14 tahun. Ia juga memberitahu Uurmilaa bahwa ia telah memutuskan untuk pergi mengiringi Raama ke hutan selama 14 tahun. Uurmilaa mengagumi niat mulia suaminya untuk mengabdi Raama dan berkata, “Lindungi Raama dan Siitaa seperti kelopak mata melindungi mata. Mereka adalah segala-galanya bagi Kakanda. Anggaplah mereka sebagai ayah dan ibu Kakanda. Jangan pernah semangat pengabdian Kakanda menjadi kendur. Selama tinggal 14 tahun di hutan itu, jangan pernah memikirkan saya. Hanya Siitaa dan Raama yang harus selalu Kakanda ingat.” Sambil mengatakan hal ini, ia menyampaikan salam hormatnya kepada Lakshmana.

Siitaa, Raama, dan Lakshmana naik ke kereta dan berangkat ke rimba raya. Dasharatha mengejar kereta itu sambil berkata, “Oh Raama! Tinggallah sebentar di sini. Biarlah Ayah melihat wujud-Mu yang tampan setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Bagaimanapun juga Ayah tidak dapat mencegah Ananda berangkat.”

Guncangan yang dialami Dasharatha karena terpisah dari Raama terlalu dahsyat dan tak tertanggungkan baginya. Ia tidak makan apa-apa dan tidak mau minum air setetes pun. Sepanjang waktu ia berkata, “Raama, Raama, Raama ....” Dalam keadaan seperti ini, sambil mengingat Raama setiap saat, ia meninggalkan raga. Ada suatu sebab di balik kejadian ini, sebagai berikut.

Suatu kali Dasharatha pergi berburu ke hutan. Ketika tiba di tepi sungai ( pada malam yang gelap pekat ), ia mendengar suatu suara. Ia mengira itu adalah suara binatang liar yang sedang minum. Sambil mendengarkan suara ini, ia melepaskan sepucuk panah ke arah sumber suara. Anak panah itu menghunjam Shravana Kumar yang datang ke sungai mengambilkan air penawar dahaga buat ayah dan ibunya yang sudah tua renta, tuna netra, dan tak berdaya. Ialah satu-satunya sandaran hidup bagi kedua orang tuanya. Shravana Kumar biasa membawa mereka dengan kavadi ‘tongkat bambu dengan keranjang di kedua ujungnya’ ke semua tempat peziarahan.

Ketika Dasharatha menyadari apa yang telah diperbuatnya, ia sedih sekali karena telah menyebabkan tewasnya putra tunggal pasangan orang tua yang sudah uzur. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Sharavana Kumar memberitahu Dasharatha agar membawakan air untuk kedua orang tuanya yang lanjut usia. Pada waktu Dasharatha memberitahu orang tua Shravana Kumar tentang tewasnya putra mereka secara tragis, mereka tenggelam dalam kesedihan yang tak terhiburkan dan mengutuk Dasharatha bahwa ia pun akan menemui ajalnya secara tragis karena terpisah dari putranya. Itulah yang terjadi pada Dasharatha. Kutuk yang dilontarkan oleh jiwa-jiwa yang mulia tidak dapat dibatalkan.


Lantunkan Nama Raama dengan Tiada Putusnya

Ketika Raama kembali ke Ayodhyaa setelah melewatkan waktu selama 14 tahun dalam pembuangan, seluruh warga kerajaan menyambut Beliau dengan sangat gembira; mereka menyanyikan kemuliaan Raama dan melantunkan nama Beliau.

Di Bhaarat kita tidak menjumpai desa yang tidak mempunyai tempat ibadat untuk Raama atau orang yang tidak mengetahui nama Raama. Ke mana pun kita memandang, nama Raama terdengar di mana-mana. Walaupun ribuan tahun telah berlalu, kini pun nama Raama tetap segar dan baru seperti pada masa lampau.

Nama Raama memberi kegembiraan kepada setiap orang. Bahkan bila kautanya seorang nenek, ia akan menjawab, “Mungkin saya tidak dapat mengucapkan perkataan lain, tetapi saya terus menerus melantunkan nama Raama.” Tidak ada seorang pun di desa yang tidak mengetahui nama Raama. Tidak ada desa tanpa tempat ibadah untuk Sri Raama. Sekalipun masyarakat tidak mampu membuat tempat ibadah yang besar, mereka mendirikan bangunan kecil ala kadarnya untuk menyemayamkan patung Sri Raama di dalamnya. Bahkan setelah ribuan tahun berlalu, nama Raama tetap dikenal di mana-mana dan Raama dihormati serta dipuja banyak orang.

Dewasa ini bahkan di Rusia pun orang-orang melantunkan nama Raama. Sesungguhnya nama Raama telah tersebar ke segala penjuru dunia. Nama Raama adalah permata yang terindah di antara segala nama. Setiap orang dapat melantunkan nama Raama dengan mudah. Karena itu, walaupun engkau sedang sibuk melakukan tugas apa saja, lantunkan nama Raama dengan tiada putusnya sambil melakukan pekerjaanmu. Tidak cukuplah bila kita hanya memuja Raama pada hari ulang tahun-Nya. Bila engkau melangkah ke luar rumah atau sedang dalam perjalanan ke tempat kuliah, teruslah melantunkan nama Raama. Nama Raama harus menjadi napas hidupmu.


Wacana Bagawan di Pendapa Sai Kulwant, Prashaanti Nilayam, pada perayaan Tahun Baru Tamil, 13 – 4 – 2008.

Diterjemahkan: Dra. Retno Buntoro

Foto - foto Perayaan Tahun Baru Tamil & Vishu tahun 12 - 14 April 2008