DASARA 1999 HARI 3

Wacana Bhagawan pada hari ketiga perayaan Dasara, 16-10-1999

NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DAN PENGABDIAN


Oh manusia, mengapa engkau pergi kian kemari
mencari Tuhan bila Beliau ada di dalam hatimu?
Bantu dan layani semua makhluk dan terimalah kasih Tuhan.
Tiada latihan rohani atau kebahagiaan jiwa yang lebih besar daripada hal ini.

( Puisi bahasa Telugu ).

Perwujudan kasih!

Di antara segenap ciptaan Tuhan, kehidupan sebagai manusialah yang paling suci. Daivam manusha ruupena ‘Tuhan menjelma dalam wujud manusia’. Perikemanusiaan itu murni, tak bercela, dan melampaui segala sifat. Kehidupan manusia yang sesuci itu dinodai oleh aneka keinginan buruk dan dengan demikian orang-orang mencemarkan kelahiran-nya sebagai manusia. Jantuunaam nara janma durlabham ‘di antara segala makhluk hidup, kelahiran sebagai manusia itu paling langka’. Tuhan menciptakan segala sesuatu di alam semesta, dari mikrokosmos hingga makrokosmos. Jadi, mengapa yang paling Beliau pentingkan hanya kehidupan manusia? Hanya manusialah mempunyai beberapa kemam-puan tertentu yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya.


Manusia Harus Mengamalkan Nilai-nilai Kemanusiaan

Mengapa Tuhan menciptakan manusia? Engkau harus menyelidiki maknanya yang lebih mendalam. Kehidupan manusia hanya akan memperoleh pemenuhan, bila ia memahami tujuan kelahirannya sebagai manusia. Tubuh manusia ini dianugerahkan untuk mengabdi Tuhan, bukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mementingkan diri sendiri. Shariiram aadyam khalu dharma saadhanam ‘tubuh manusia merupakan sarana utama untuk melaksanakan darma’. Tuhan telah menganugerahkan tubuh manusia kepadamu untuk menolong dan melayani sesama makhluk, tetapi engkau telah melupakan tugas utamamu untuk berdarmabakti bagi sesama.

Pada masa kanak-kanak manusia asyik bermain
dan bersenda gurau.
Pada masa muda ia menyerah
pada godaan kenikmatan sensual.
Pada usia setengah baya ia menghabiskan segenap waktunya untuk mengumpulkan harta.
Pada usia lanjut ia bukannya merenungkan Tuhan,
melainkan menempuh hidup dengan rasa tidak puas.
Karena tidak mampu meninggalkan kebiasaan buruknya, tidak memiliki kekuatan dan minat
untuk menempuh jalan pengabdian,
ia terperangkap dalam jerat aksi serta reaksi,
dan akhirnya menemui ajalnya.

( Puisi bahasa Telugu ).


Kehidupan sebagai manusia yang telah dianugerahkan Tuhan dengan penuh kasih dan harapan jangan kausia-siakan seperti itu. Dalam keadaan apa pun engkau harus siap menggunakan segala kesempatan—walaupun yang paling remeh-- untuk membantu dan melayani makhluk lain. Hidup manusia harus dijiwai oleh idealisme. Inilah keunikan kehidupan manusia. Namun, kini manusia menempuh hidupnya seperti margasatwa di hutan. Sedetik pun ia tidak memikirkan apa maksud atau tujuan hidup manusia.

Oh manusia, pikirkan sejenak apakah engkau
benar telah memperoleh kebahagiaan
dengan melupakan Tuhan
dan berusaha keras tiada hentinya
dari pagi hingga petang
mencari nafkah.

( Puisi bahasa Telugu ).

Untuk siapakah engkau hidup? Pahami hal ini, maka engkau akan mengetahui tujuan hidup manusia. Mengapa Tuhan menjelma? Beliau mengejawantah untuk membimbing manusia pada jalan yang benar.

Pada tahun 1899, seratus tahun yang lalu, emas sangat murni. Emas itu sepenuhnya murni dan berkilau cemerlang. Lambat laun logam mulia itu kehilangan nilai dan kecemerlangannya karena hubungannya dengan berbagai logam lain seperti perak, tembaga, dan kuningan. Demikian pula pada saat lahir manusia murni dan suci sepenuhnya, tetapi sementara tumbuh, ia kehilangan nilai-nilai kemanu-siaannya karena aneka keinginan yang berlebihan dan karena pertaliannya dengan kaum kerabatnya. Kelahiran sebagai manusia itu demikian suci sehingga bahkan para dewa pun akan menghormatinya. Kini nilai-nilai kemanusiaan mulai sirna. Manusia harus tetap murni seperti keadaannya pada waktu lahir. ( Pada saat itu Swami menciptakan sebuah uang logam ). Koin ini dibuat pada tahun 1899, tepat 100 tahun yang lalu. Sebagaimana emas kehilangan kemurniannya setelah melewati jangka waktu tertentu, manusia pun telah kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya. Aneka keinginan yang berlebih-lebihan menyebabkan merosotnya nilai-nilai kemanusiaan.

Setelah lahir sebagai manusia, engkau harus mengamal-kan nilai-nilai kemanusiaan. Pagi ini Menteri Utama Negara Bagian Andhra Pradesh menemui Swami. Beliau pun ber-pendapat bahwa negeri ini menghadapi berbagai kesulitan karena tiadanya nilai-nilai kemanusiaan. Beliau menyatakan akan menyebarluaskan Pendidikan Nilai-nilai Kemanusiaan Sathya Sai dalam masyarakat ( hadirin bertepuk tangan ). Setiap orang harus mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dan menempuh hidup yang ideal entah ia seorang pelajar, mahasiswa, bakta, atau peminat kehidupan rohani.

Bhagawad Gita menyatakan bahwa dunia ini ibarat sebatang pohon sangat besar yang berasal dari benih Tuhan. Aneka bangsa yang berbeda-beda merupakan cabang-cabang-nya. Semua makhluk hidup dapat diibaratkan dengan buah pohon ini. Karena itu, dalam setiap spesies dan dalam setiap makhluk, terdapat benih ketuhanan. Dalam konteks ini Sri Krishna berkata, “Sarva bhuutaanaam biijam tadaham,” ‘Akulah benih dalam segala makhluk hidup’ ( Bhagawad Gita 7:10 ). Bangsa mungkin berbeda-beda, nama dan wujud mungkin berlainan, tetapi prinsip kehidupannya satu. Dengan demikian segala makhluk telah timbul dari benih Tuhan. Hal itu dinyatakan lagi oleh Sri Krishna dalam ayat Bhagawad Gita sebagai berikut, “Mamaivaamsho jiivaloke jiiva bhuuta sanaatanah,” ‘atma yang abadi di dalam segala makhluk merupakan bagian dari diri-Ku’ ( Bhagawad Gita 15:7 ). Akan tetapi, manusia tidak siap mempercayai kebenaran ini. Kini manusia mempercayai laporan aneka peristiwa yang terjadi di berbagai negara yang jauh seperti Amerika dan Jepang walaupun ia tidak menyaksikannya. Namun, ia tidak mempercayai pernyataan Veda bahwa Tuhan datang dalam wujud manusia. Hal ini terutama karena ia tidak menempuh jalan kebenaran. Tuhan hanya akan senang, bila manusia mendapatkan pemenuhan dalam hidupnya dengan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan.


Manusia Lahir untuk Berdarmabakti bagi Sesama

Tubuh dimaksudkan untuk melaksanakan darma. Namun, manusia melupakan darma dan membiarkan dirinya melakukan aneka perbuatan yang mementingkan diri sendiri. Tidak seorang pun dapat lolos dari akibat-akibat perbuatan-nya.

“Oh manusia, jangan melamun membangun istana di awang-awang. Tidak mungkinlah menabur benih tertentu dan menuai buah yang lain. Engkau menuai apa yang kautaburkan. Pada waktu lahir, engkau mengenakan kalung yang tidak kasat mata, teruntai dari akibat berbagai perbuatanmu yang telah lampau, baik atau buruk.”

( Puisi bahasa Telugu ).


Setiap orang wajib ikut serta dalam kegiatan bakti sosial, entah ia tinggal di desa atau di kota. Kisah Raamaayana menekankan pentingnya darmabakti pada tingkat perseorang-an, keluarga, dan masyarakat. Jangan merasa puas hanya dengan melayani orang tuamu. Itu merupakan bagian dari kewajibanmu. Hidupmu hanya akan disucikan, bila engkau melayani masyarakat. Jika engkau mematuhi perintah Tuhan dan mengabdi Beliau, tidak hanya hidupmu yang akan diselamatkan, tetapi juga hidup orang tua dan kerabatmu. Ini adalah pertalian yang kaubina di dunia. Sebelum engkau lahir, di manakah hubungan anak dan orang tua? Sebelum pernikahan, di manakah pertalian istri dan suami? Semua pertalian duniawi ini ibarat awan yang berlalu, hanya Tuhanlah yang selalu menyertai engkau. Hidupmu akan sia-sia, jika engkau tidak mengabdikan diri untuk melayani umat manusia. Tubuh dianugerahkan untuk melayani Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Pelayanan kepada sesama manusia merupakan pelayanan kepada Tuhan. Berdarmabaktilah bagi masyarakat dengan perasaan bahwa Tuhan bersemayam dalam setiap makhluk. Pendidikanmu akan sia-sia saja, jika tidak digunakan untuk mengabdi masyarakat. Oh manusia, mengapa engkau merasa bangga pada pendidikanmu yang akan sia-sia belaka, jika engkau tidak memuja Tuhan dan melayani masyarakat? Pendidikan duniawi tidak dapat memberikan rahmat Tuhan, jika tidak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang telah kauterima dari masyarakat harus kauabdikan untuk melayani masyarakat.

Pengabdian sejati mempunyai dua manfaat: kegiatan itu membuat engkau bahagia, dan memberikan kebahagiaan kepada orang atau makhluk lain. Apa guna pendidikan jika hal itu tidak memberikan sukacita kepada makhluk lain dan kebahagiaan jiwa kepadamu? Pelayanan merupakan prinsip utama Organisasi Sri Sathya Sai. Ingatlah kebenaran bahwa engkau lahir untuk berdarma bakti bagi masyarakat. Pada waktu memberikan pelayanan, janganlah engkau membeda-bedakan. Layani orang tuamu, saudaramu, teman-temanmu, kaum kerabatmu, dan bahkan pengemis secara sama. Rahmat Tuhan hanya akan mengalir berlimpah-limpah, bila engkau memberikan pelayanan dengan rendah hati dan sama rata. Pelayanan merupakan cara yang termudah untuk memperoleh rahmat Tuhan. Berikan bantuan dan pelayanan ( kepada semua makhluk ) dan terimalah kasih Tuhan. Kasih dan darmabakti itu ibarat dua sayap yang dapat digunakan manusia untuk terbang menuju tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Bila engkau dijiwai oleh semangat kasih dan pengabdi-an, rahmat Tuhan akan mengikutimu bagaikan bayangan di mana pun engkau berada: di hutan, atau di angkasa, di desa, atau di kota, di sungai, atau di puncak gunung. Tuhan tidak dibatasi oleh apa pun.


Ibu dan Ibu Pertiwi Lebih Mulia daripada Surga

Tuhan telah menciptakan manusia sesuai dengan citra Beliau sehingga kelakuan manusia harus sesuai dengan perintah Tuhan. Janganlah engkau menyakiti atau merugikan siapa pun karena Tuhan bersemayam dalam segala makhluk. Selalulah berbicara dengan senyum tersungging di bibirmu. Engkau tidak bisa selalu mengikuti kehendak orang lain, tetapi engkau dapat selalu berbicara dengan sopan dan ramah.

Perwujudan kasih!

Pahamilah kemurnian Bhaarat ‘India’ yang asli. Himaachala ‘pegunungan Himalaya’ membentuk perbatasannya di sebelah utara. Hima berarti ‘yang murni’. Achala berarti ‘yang kokoh’. Jadi, Himaachala berarti ‘kemurnian dan keteguhan’. Ketiga sungai di Bhaarat: Sungai Ganggaa, Yamunaa, dan Saraswatii masing-masing melambangkan jalan kegiatan, jalan bakti, dan jalan kebijaksanaan. Kitab-kitab suci seperti Bhagawad Gita dan Upanishad membuat hati para putra Bhaarat berkembang dengan ajarannya. Bhaa berarti ‘sinar’ dan ‘cahaya yang terang’. Jadi Bhaarat adalah negeri yang memancarkan terangnya ke seluruh dunia. Kesucian Bhaarat tidak dijumpai di ( negara ) mana pun juga ( hadirin bertepuk tangan ). Perbendaharaan kata tidak mampu melukiskan keluhuran Bhaarat dan kemujuran mereka yang lahir di negeri suci ini. Setelah lahir sebagai putra Bhaarat, tidak ada kemalangan yang lebih besar daripada keluh kesahmu bahwa engkau miskin, lemah, dan tidak berdaya. Engkau tidak perlu menyesal, jika belum memperoleh pendidikan atau uang. Banggalah karena engkau lahir di negeri yang suci ini. Disebut sebagai putra Bhaarat itu pun sudah merupakan kualifikasi yang hebat. Tanah air adalah ibumu dan kebudayaannya adalah ayahmu. Engkau akan menjadi yatim piatu, jika ibu pertiwi dan kebudayaanmu kautinggalkan. Orang yang tidak mencintai tanah air dan kebudayaannya adalah mayat hidup. Sri Raama menyatakan, “Janani janma bhuumishcha swargadapi gariiyasi,” ‘ibu dan ibu pertiwi lebih mulia daripada surga’.

Junjunglah Kebudayaan Bhaarat

Anak-anak-Ku terkasih.

Apa gunanya memperoleh berbagai gelar seperti B.A. dan M.B.A. jika engkau tidak merasa bangga pada tanah airmu? Engkau seorang putra Bhaarat, itulah kualifikasimu yang paling hebat ( hadirin bertepuk tangan ). Bertindaklah sebagai seorang putra Bhaarat. Aku agak heran karena orang-orang yang telah lahir di negeri suci ini berhasrat pergi ke luar negeri untuk mencari keuntungan materiil. Pendidikan yang telah kauperoleh dari tanah airmu harus kaugunakan untuk berdarmabakti bagi ibu pertiwi.

Suatu kali seorang cendekiawan Veda merasa ragu mengirim putranya belajar ke luar negeri karena ia takut kalau-kalau putranya akan meninggalkan kebudayaan India dan mengikuti cara hidup serta kebiasaan barat. Karena desakan putranya, cendekiawan itu dengan berat hati setuju mengirimnya ke luar negeri, tetapi dengan syarat bahwa pemuda itu tidak berhenti mempelajari Veda dan akan selalu merenungkan Tuhan. Namun, sang putra tidak menepati janjinya. Begitu sampai di luar negeri, ia melupakan segala Veda yang telah dipelajarinya dan tenggelam dalam kebudayaan barat. Jika ayahnya menelepon, ia selalu berbohong dan mengatakan bahwa ia merenungkan Tuhan dan mempelajari kitab-kitab Veda.

Empat tahun berlalu, pemuda itu tidak pulang. Pada beberapa kesempatan sang ayah menyuruhnya pulang, tetapi pemuda itu tidak mengindahkan perkataannya. Sebagai usaha terakhir, sang ayah mengirim telegram bahwa ibu pemuda itu sakit keras. Pemuda itu segera pulang dan dijemput ayahnya di bandara. Dalam perjalanan ke rumah, sang ayah mengajak putranya mengunjungi pura Dewi untuk menyampaikan hormat bakti mereka. Sang ayah menyuruh putranya bersujud kepada Ibu Jagat Raya, tetapi pemuda itu tidak mengerti apa maksud ayahnya karena ia sudah lupa sama sekali pada kebudayaan India. Sementara mereka memasuki pura, sang putra menyapa Dewi, “Halo Nyonya, apa kabar?” Mendengar ini ayahnya marah sekali dan menegurnya.

Beginilah orang-orang mengubah gaya hidupnya begitu mereka pergi ke luar negeri. Mereka melupakan kebudayaan suci para putra Bhaarat.

Selama 60 tahun ini para bakta mancanegara mohon agar Swami mengunjungi negara mereka. Tidak jarang mereka membawa pesawat terbang khusus. Bahkan sekarang pun mereka telah membuat banyak program bagi Swami untuk pergi berkeliling dunia. Akan tetapi, Aku tidak mempunyai niat semacam itu. Apa yang tidak ada di Bhaarat, tidak ada di mana pun juga. Karena itu, Swami telah memutuskan tidak akan pergi ke negara asing mana pun ( hadirin bertepuk tangan ). Engkau juga harus bertekad demikian. Daripada melihat negara asing, berusahalah melihat sifatmu yang sejati. Berhentilah bertanya kepada orang lain, “Siapa Anda?” Tanyalah dirimu sendiri, “Siapakah aku?” Pasti engkau akan mendapat jawaban yang benar. Daripada berusaha keras untuk memperoleh uang, engkau harus berusaha keras meningkatkan keutamaan di hatimu. Bila engkau memiliki kasih di hatimu, engkau dapat memperoleh segala sesuatu dalam hidup ini. Kini banyak siswa pergi ke luar negeri untuk mengumpulkan kekayaan. Bahkan sejumlah orang tua mendorong anak-anaknya agar pergi ke luar negeri. Aku tidak berkata bahwa engkau tidak boleh pergi ke luar negeri. Jika engkau ingin melihat negara-negara asing, silakan. Namun, di mana pun engkau berada, engkau harus menjunjung tinggi kebudayaan India yang luhur. Bila kebudayaan hancur, hidupmu juga hancur. Engkau harus mendambakan kasih Tuhan, bukan uang!

Perwujudan kasih Tuhan! Para siswa!

Ikut sertalah dalam kegiatan bakti sosial dan berilah kegembiraan kepada sesamamu manusia. Inilah intisari kebudayaan India. Berdarmabaktilah bagi ibu pertiwi sambil selalu mengingat kebudayaan suci negeri ini. Jangan mempunyai keinginan-keinginan yang rendah. Jika engkau menempuh hidup yang suci sebagai seorang putra Bhaarat sejati, engkau dapat menyelamatkan tidak hanya hidupmu sendiri, tetapi juga hidup anggota keluargamu. Penuhi hatimu dengan perasaan yang murni dan berusahalah menghayati kebahagiaan tertinggi, Brahmaananda ‘kebahagiaan Brahman’.

Bhagawan menyudahi wacana Beliau dengan kidung suci, “Hari Bhajana Bina Sukha Shanti Nahi” ‘Tanpa Menyanyikan Nama Tuhan, Tiada Sukacita dan Kedamaian’.

Wacana Bhagawan pada hari ketiga perayaan Dasara, 16-10-1999, di Pendapa Sai Kulwant, Prashanti Nilayam.

Diterjemahkan oleh : Dra. Retno Buntoro