SRI RAAMANVAMI 2006

Wacana Bhagawan pada hari Sri Raamanavami, 7 – 4 – 2006.

HAYATI KEINDAHAN NAMA RAAMA


Ibu pertiwi Bhaarat ‘India’ telah melahirkan banyak jiwa mulia yang mendapat reputasi hebat dan sangat termasyhur di segenap penjuru dunia. Banyak kaum bijak waskita di Bhaarat telah menguduskan waktu mereka dengan menyebarluaskan prinsip Raama ( Raama tattva ) sejak zaman dahulu. Raamayana berlangsung pada Zaman Treeta Yuga. Walaupun ribuan tahun telah berlalu Raamayana masih dibaca dengan takzim di setiap desa dan dukuh.


Berbuatlah Sesuai dengan Perkataanmu

Sampai sekarang pun orang-orang baik tua ataupun muda melantunkan nama Raama yang suci dengan penuh bakti. Mungkin mereka melupakan nama lain, tetapi tidak nama Raama. Milioner atau pun fakir miskin, semuanya berlindung pada nama suci Raama ketika menghadapi kesulitan. Di negeri Bhaarat ini, sulitlah menemukan orang yang tidak merenungkan atau melantunkan nama Raama. Banyak kaum bijak waskita zaman dahulu melakukan tapa brata dan menjalani berbagai nazar untuk menyebarluaskan kemuliaan nama Raama di dunia. Meskipun demikian, Raama tidak pernah menginginkan atau memberitahu siapa pun agar melantunkan nama Beliau atau merenungkannya. Sesungguhnya Raama menyatakan bahwa semua adalah perwujudan Tuhan.

Ajaran Raama yang terpenting yaitu manusia harus mengikuti kebenaran ( satya ). Dengan kebenaran sebagai dasarnya, manusia harus mendukung dan membantu mengembangkan kebajikan ( darma ). Darma tidak terbatas pada tempat atau negara tertentu, melainkan ada di mana-mana. Darma timbul dari kebenaran. Sesungguhnya darma tidak bisa ada tanpa kebenaran.

Apakah darma? Dharayati iti dharma. Artinya ‘yang menopang adalah darma’. Beberapa orang keliru dan mengira bahwa pengertian darma terbatas pada memberi makan orang miskin atau beramal. Darma harus mengalir dari hatimu. Kemudian harus dilaksanakan. Berbuatlah sesuai dengan apa yang kaukatakan. Itulah kewajiban utama manusia. Harus ada keselarasan yang sempurna antara perkataan dan perbuatan. Sebaliknya, bila perbuatan manusia bertentangan dengan perkataannya, itu berarti adharma ‘jahat’.

Selain itu, sebelum mengatakan sesuatu, engkau harus menganalisis dan menimbang baik buruknya.

Manasyeekam vachasyeekam karmanyeekam mahaatmanaam.

Artinya,

‘Mereka yang pikiran, perkataan, dan perbuatannya selaras sepenuhnya adalah manusia yang mulia’.


Engkau menyebut dirimu manusia. Akan tetapi, engkau hanya berhak disebut manusia bila pikiran, perkataan, dan perbuatanmu selaras. Raama mencapai kesatuan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan-Nya. Sebaliknya, pikiran, perkataan, dan perbuatan Raavana satu sama lain berbeda.

Manasyanyat vachasyanyat karmanyanyat duraatmanaam.

Artinya,

‘Mereka yang pikiran, perkataan, dan perbuatannya tidak selaras adalah orang yang jahat’.


Pelihara dan Kembangkan Keutamaan yang Merupakan Pembawaanmu

Wajarlah bila ada konflik antara kebenaran ( satya ) dan ketidakbenaran ( asatya ), antara kebajikan ( dharma ) dan kejahatan ( adharma ). Raama mengikuti kebenaran dengan saksama, sedangkan Raavana menempuh jalan yang tidak benar. Tiada darma yang lebih mulia daripada mengikuti kebenaran. Karena itu, kita harus mengikuti kebenaran walaupun untuk masalah yang biasa dan sepele. Janganlah kita sampai menempuh jalan yang tidak benar untuk menghindari situasi yang sulit.

Ciptaan timbul dari kebenaran dan manunggal dalam kebenaran. Di alam semesta ini adakah tempat tanpa kebenaran? Berusahalah melihat kebenaran yang murni dan tak bercela ini ( dengan pandangan batinmu ).

( Puisi bahasa Telugu ).


Sesungguhnya kebenaran adalah fondamen segenap ciptaan. Bila karena suatu sebab fondamen ini terganggu, seluruh dunia akan runtuh.

Apa yang menyebabkan manusia dewasa ini mengalami berbagai cobaan dan penderitaan? Itu karena ia telah melupakan kebenaran. Manusia mengalami penghinaan, malu, dan aib karena ia melakukan ketidakadilan dan dusta. Karena itu, dalam keadaan apa pun janganlah engkau mengikuti jalan yang tidak benar. Engkau harus menyatakan hanya hal yang benar. Kebenaran ( satya ) adalah istilah yang sederhana, tetapi mengandung arti sat ‘keabadian yang tidak berubah’. Karena kita berusaha mengubah kebenaran yang tidak berubah ini, maka kita mengalami perubahan dan distorsi ( perubahan yang tidak diinginkan ).


Para mahasiswa dan pelajar!

Kalian semua masih muda. Bila kalian mengikuti kebenaran sejak masa muda ini, kalian pasti akan menjadi ideal bagi seluruh negeri.

Apakah kebenaran? Perkataan Tuhan adalah kebenaran. Karena itu, bila engkau berbicara dan bertindak dengan perasaan sarva karma Bhagavad priityartham ‘segala perbuatan dilakukan untuk menyenangkan Tuhan’, maka segala sesuatu akan menjadi kebenaran. Segala pikiran dan perasaan yang timbul dari seseorang merupakan cerminan kebenaran batinnya. Sayangnya karena penggunaan lidah yang tidak semestinya, hal itu berubah menjadi dusta. Lidah adalah salah satu dari kelima indra. Indralah yang menyebabkan perubahan dalam diri kita. Indra bertanggung jawab untuk dosa atau pahala yang kita peroleh.

Kelima unsur alam ( panchabhuuta ) meliputi alam semesta dari bumi sampai ke langit. Selain kelima unsur ini, di seluruh alam semesta tidak ada unsur keenam. Kelima unsur alam ini juga ada dalam setiap manusia dalam bentuk yang halus. Engkau harus menyadari kebenaran ini dan membawa diri sesuai dengan pengertian tersebut. Kebenaran ( satya ), kebajikan ( dharma ), kedamaian ( shaanti ), kasih ( prema ), dan tanpa kekerasan ( ahimsa ) yang ada dalam dirimu harus kaupelihara dan kaukembangkan. Satya adalah jalannya. Dharma mengikutinya. Prema adalah penghayatannya. Hanya setelah itulah ahimsa akan timbul. Pengertian kekerasan ( himsa ) tidak hanya terbatas pada merugikan atau menyakiti makhluk lain; jika perbuatan seseorang berlawanan dengan perkataannya, itu juga merupakan himsa. Tidak ada ahimsa yang lebih mulia daripada menggunakan lidah kita secara baik dan suci.


Kedamaian ( shaanti ) ada di dalam diri kita, bukan di tempat lain. Ada berbagai sifat yang berbeda-beda dalam diri kita. Tugas kitalah untuk memanfaatkannya dengan baik. Mungkin engkau bertanya, “Mengapa Tuhan tidak mengubah sifat kita?” Tidak. Tuhan sama sekali tidak campur tangan. Tuhan menyaksikan segala sesuatu. Bukan tugas Tuhanlah untuk memberitahu engkau apa yang baik dan apa yang buruk. Pikiran dan perasaanmu sendirilah yang memberitahu engkau apa yang baik dan apa yang buruk. Bila engkau makan mentimun, sendawamu akan berbau mentimun. Demikian pula apa yang ada di dalam dirimu akan tercermin di dunia luar. Hal buruk apa pun yang kaulihat dalam diri orang lain tak lain adalah cerminan pikiranmu sendiri.

Ada sejumlah orang yang terus menerus tenggelam dalam berbagai pikiran duniawi. Orang semacam itu tidak akan pernah merasa bahagia. Hanya orang yang manasnya ( peralatan batin dalam fungsinya untuk berpikir ) mantap, tanpa pikiran apa pun, dapat mencapai kebahagiaan jiwa. Ada orang-orang yang menganggap diri mereka sangat cerdas dan terus menerus menyelidiki secara mendalam berbagai pengetahuan dari buku yang telah mereka pelajari. Sikap suka menonjolkan keilmuan ini seperti alergi. Begitu alergi ini mulai menyebar, energi mereka terkuras. Sayangnya dewasa ini kita meningkatkan alergi, bukannya energi. Jangan terus menerus memikirkan apakah sesuatu baik bagimu atau tidak. Segala sesuatu itu baik. Apa pun yang terjadi, anggaplah bahwa hal itu baik untukmu. Bila engkau memupuk sikap seperti itu, segala sesuatu akan berakhir baik bagimu.


Perwujudan kasih.

Kasihi semuanya. Jangan membenci siapa pun. Jangan salah paham kepada orang lain. Ada orang-orang yang bahkan salah paham tentang Tuhan! Ini dosa yang terburuk. Karena itu, jangan mempunyai kesalahpahaman seperti itu. Bila karena suatu sebab, gagasan semacam itu masuk dalam pikiranmu, anggaplah sebagai musuh dan usirlah keluar. Selalulah penuh kasih dan riang! Hanya kasihlah yang melindungi dan menopangmu. Engkau sendiri adalah perwujudan kasih. Di mana ada kasih, di situ kebencian tidak dapat masuk.


Perwujudan kasih.

Tubuh manusia adalah miniatur dunia. Tubuh ini terbentuk dari lima unsur alam ( panchabhuuta ), lima indra ( panchendriya ), dan lima prana ( panchapraana ) yang pada gilirannya timbul dari kebenaran, ditopang oleh kebenaran, dan akhirya manunggal dalam kebenaran. Karena itu, engkau harus mengikuti kebenaran dengan sungguh-sungguh. Karena orang-orang memutar balik kebenaran, mereka kehilangan kemurniannya. Sebab utama yang membuat hati manusia tidak murni adalah kecenderungannya untuk menyimpangkan atau memutarbalik kebenaran. Karena itu, bila engkau ingin mempertahankan kemurnian dan kesucian hatimu, engkau harus selalu mengatakan kebenaran. Bila engkau menyatu dengan kebenaran, apa pun yang kaukatakan akan terjadi.


Ada beberapa orang yang mengeluh, “Swami! Walaupun kami mengikuti jalan kebenaran, tetap saja kebohongan menyusahkan kami. Apa gerangan penyebab keadaan yang sulit ini?” Pertanyaan ini dapat dijawab dengan contoh yang sederhana. Ketika Sungai Ganggaa yang murni dan jernih mengalir, sejumlah cucuran dan anak sungai yang terbentuk dari air hujan menyatu dengannya dan dengan demikian mencemari sungai itu. Meskipun demikian, engkau harus berhati-hati, jangan biarkan kotoran apa pun masuk mencemari kebenaran yang murni dan tak bernoda di hatimu. Karena kelemahan indralah, maka berbagai kotoran masuk ke dalam hati dan mencemarinya. Kotoran ini adalah keenam musuh batin manusia ( arishadvarga ) yaitu keinginan ( kaama ), kemarahan ( krodha ), ketamakan ( lobha ), kelekatan ( moha ), kesombongan ( mada ), dan kedengkian ( matsarya ). Madu yang murni dapat dicemari oleh setitik kotoran.


Suatu kali seorang musikus mengarang lagu sebagai berikut. Aku tahu Engkau seperti rembulan di angkasa yang jauh. Meskipun begitu pikiranku berusaha merengkuh-Mu. Aku tidak tahu mengapa begitu.

( Nyanyian bahasa Telugu ).


Sesungguhnya di manakah bulan? Bukan di angkasa yang jauh. Pikiran kita sendiri adalah bulan. Manusia tidak dapat mengendalikan pikirannya karena keenam musuh batin menghalanginya. Bukankah merupakan fakta bahwa sinar bulan yang terang pada malam purnama tidak terlihat bila terhalang awan? Begitu awan itu bergerak menjauh, bulan akan tampak. Demikian pula engkau harus terus menerus melakukan naamasmarana ‘mengulang-ulang nama Tuhan di dalam hati’ untuk mengusir awan keenam musuh batin.

Ikuti Teladan Raama

Hari ini kita merayakan Sri Raamanavami. Pada hari yang suci ini kita harus membulatkan tekad untuk mengikuti ajaran Raama. Kebenaran ( satya ) dan kebajikan ( dharma ) adalah dua ajaran utama yang diberikan oleh Raama. Jangan menganggap dirimu hanya sebagai manusia biasa. Pupuk keyakinan yang teguh bahwa engkau tidak lain adalah Raama. Orang-orang sering berkata, “Hanya aatmaraamaku yang mengetahui hal itu!” Dengan demikian atma kita merupakan perwujudan Sri Raama!

Atma tidak mempunyai bentuk tertentu. Atma yang meliputi seluruh alam semesta ini mewujud dan menjelma sebagai Raama. Demikian pula darma mengambil wujud Lakshmana yang selalu mengikuti Raama. Lakshmana menganggap Raama sebagai napas hidupnya sendiri. Raama merupakan segala-galanya bagi Lakshmana.

Pada masa pengasingan Raama, Siitaa, dan Lakshamana, suatu kali Lakshmana berjalan memasuki bagian hutan tertentu. Segera pikirannya diserbu oleh berbagai gagasan buruk. Begitu kembali, ia berkata kepada Raama, “Oh Raama! Mengapa kita menanggung berbagai kesulitan ini? Mengapa Ibu Siitaa yang tidak bersalah harus ikut mengalami cobaan ini? Ayoh! Mari kita kembali ke Ayodhyaa saat ini juga.”

Siitaa heran melihat sikap Lakshmana yang mendadak berubah. Karena Raama mengetahui segala sesuatu, sambil tersenyum Beliau memanggil Lakshmana ke samping-Nya dan menyuruhnya duduk di dekat Beliau. Langsung Lakshmana menyadari kesalahannya. Dengan penderitaan batin yang mendalam ia bertanya kepada Raama, “Kakanda terkasih! Bagaimana gagasan jahat ini bisa memasuki pikiran saya? Sebelumnya hal seacam ini tidak pernah terjadi pada saya.” Raama menjelaskan, “Adik-Ku terkasih! Ini bukan kesalahanmu. Kawasan ini adalah wilayah iblis. Karena itu, segala gagasan jahat memasuki pikiranmu.”

Katakan kepadaku siapa temanmu. Akan kukatakan kepadamu siapa engkau. Sebagaimana temanmu, maka demikianlah pikiranmu. Karena itu, jauhkan dirimu dari pergaulan dengan teman-teman yang tidak baik. Bergaullah dengan orang-orang yang baik dan berbudi luhur. Dengan demikian engkau akan mendapat pikiran-pikiran yang baik. Sebagaimana pikiranmu, maka akan demikianlah hasilnya.

Yad bhaavam tad bhavati.

Artinya,

‘Sebagaimana perasaanya, maka demikianlah hasilnya’.


Ketika Kausalyaa menangis setelah Raama berangkat kerimba raya, Sumitraa berusaha menghiburnya dengan berkata, “Kakak tersayang! Mengapa Kakak menangis? Apakah karena Raama pergi ke hutan? Tidak, tidak. Kakak keliru mengira bahwa Raama tinggal di hutan sedangkan kita menikmati kemewahan istana di Ayodhyaa? Sebenarnya di mana pun Raama tinggal, tempat itulah Ayodhyaa dan lainnya adalah rimba belantara. Kita harus menempuh hidup kita dengan keseimbangan batin, tetap tenang dalam suka dan duka. Suka dan duka datang susul menyusul. Janganlah kita terpengaruh oleh hal itu. Jangan sangat gembira bila senang dan murung bila sedih. Di dunia ini adakah manusia yang tidak mengalami suka dan duka? Sesungguhnya Raama itu Mahatahu dan Mahakuasa. Tidak ada bahaya yang bisa menimpa-Nya, baik dari binatang buas ataupun iblis di rimba.”

Kausalyaa juga mencemaskan Siitaa karena ia ikut menyertai Raama ke hutan. Raama berusaha mencegah agar Siitaa tidak ikut pergi ke rimba dengan berkata, “Siitaa! Rimba itu penuh semak berduri dan binatang buas. Engkau akan mendapat banyak kesulitan di hutan.” Siitaa berusaha meyakinkan Raama, “Oh Raama! Paduka adalah pelindung seluruh dunia. Tidak dapatkah Paduka melindungi istri Paduka sendiri dari binatang buas? Paduka ada di mana-mana, mahakuasa, dan mahatahu. Saya yakin tidak ada binatang buas yang dapat membahayakan saya bila Paduka beserta dengan saya. Tidak ada perasaan takut seperti itu dalam diri saya.” Raama merasa senang sekali mendengar perkataan Siitaa.

Ketika Siitaa diculik Raavana, Raama dan Lakshmana sangat mengkhawatirkan keadaannya. Dengan darah mendidih karena geram atas kekejian perbuatan Raavana, Lakshamana menemui kakaknya, Raama, dan berkata, “Kakanda terkasih! Berilah saya izin. Akan saya habisi semua iblis laknat ini sampai menjadi abu.” Raama menasihatinya agar sabar dan berkata, “Lakshmana! Tidak perlu kita melakukan hal semacam itu. Para iblis itu akan membinasakan diri mereka sendiri. Sesungguhnya mereka akan menjadi korban sifat-sifat jahat mereka sendiri.”

Kemudian Raavana dihabisi oleh Raama dan pasukan Beliau, bala tentara kera. Kemudian Raama memberi penjelasan kepada Lakshmana, “Lakshmana! Orang-orang bertingkah laku secara khas dan menuai akibat segala perbuatannya tergantung pada nasib ( prarabdha ‘kumpulan karma dari berbagai kehidupan yang lampau’ ) dan sifat-sifat mereka. Kita tidak perlu terlalu merisaukan hal itu. Selama manusia melekat pada objek-objek duniawi dan berpikir dalam pengertian milikku dan milikmu, maka ia akan menderita dan dirundung duka. Karena itu, engkau harus memperlakukan objek-objek duniawi dengan sikap, “Ini bukan milikku; semua ini milik Tuhan.”

Segala perbuatan harus kaulakukan untuk menyenangkan Tuhan. Bila manusia memupuk rasa keakuan dan berpikir dalam pengertian aku dan milikku, ia pasti akan binasa. Engkau berkata, “Ini punyaku,” dan “itu milikku.” Sesungguhnya apa yang benar-benar milikmu; badan, pikiran, akal budi, atau indra? Engkau berkata, “Ini badanku,” “ini pikiranku,” “ini akal budiku,” dan sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya tidak satu pun dari hal itu merupakan milikmu. Tubuh yang kauanggap sebagai milikmu akan meninggalkan engkau dalam sekejap, bahkan tanpa sepengetahuanmu. Demikian pula pikiran melantur ke mana-mana seperti monyet. Mungkinkah mengendalikan kera gila ini? Jangan berkata, “Aku adalah ini atau itu.” Katakan, “Aku adalah aku.” Inilah penggambaran yang benar tentang dirimu. Jawaban yang benar untuk pertanyaan, “Siapakah engkau?” adalah, “Aku adalah aku.”

Raama tidak mengecam atau merugikan siapa pun. Karena itu, siapa yang akan membenci Beliau? Perbuatan baik yang dilakukan Raama mendatangkan hasil yang baik kepada Beliau. Karena itu, bila kita berbuat baik kepada orang lain, tidak ada kemungkinan kita mengalami penderitaan dan kesulitan. Kalau kita masih merasa bahwa kita mendapat kesulitan, kesalahannya terletak pada diri kita sendiri. Tuhan tidak bertanggung jawab atas kesedihan, penderitaan, dan kesulitan kita. Indra kita yang suka bertingkah dan tidak terkendalilah yang menyebabkan hal itu. Karena itu, kita harus mengendalikan indra. Bila kita dapat mengendalikan indra, segala hal lainnya akan dapat kita kendalikan. Itulah intisari ajaran Raama. Raamaayana bukan hanya kisah kehidupan Sri Raama. Sesungguhnya itu adalah kisah setiap manusia.


Manisnya Nama Raama Tidak Pernah Berkurang

Kita menyalahkan Tuhan untuk masalah dan kesulitan yang kita alami. Akan tetapi, Tuhan mengasihi semuanya secara sama. Tuhan tidak mempunyai rasa benci kepada siapa pun. Beliau selalu riang dan tersenyum. Wajah yang selalu tersenyum adalah sifat alami makhluk surgawi. Di mana ada senyum, di situ sama sekali tidak ada kebencian! Orang yang mempunyai sifat surgawi seperti itu ( selalu tersenyum ) tidak akan merasa terganggu atau gelisah dalam keadaan apa pun. Karena itu, selalulah tersenyum dan riang. Jangan pernah berwajah masam atau cemberut.

Ada sejumlah mahasiswa dan siswa yang terlalu mencemaskan ujian. Mereka ingin agar ujian itu ditunda. Akan tetapi, semakin cepat engkau menempuh ujian dan lulus, semakin cepat pula engkau naik kelas. Daripada mencemaskan ujian, engkau harus bergegas mencapai kelas yang lebih tinggi. Tidak ada yang perlu dicemaskan dalam ketergesaan semacam ini.

Ayolah! Oh para bakta! Ayolah. Ambil kue manis nama Raama. Jangan membeli dan memakan kue manis lain karena tidak tahu. Makanan semacam itu akan merusak kesehatanmu. Dengan mencampur tepung gandum intisari Weda Dengan susu pernyataan-pernyataan Weda, Ditambah gula kebajikan ( subuddhi ), Dan minyak susu kebenaran ( nibhaddhi ), Dengan membuang kotoran kebohongan ( abaddhamu ), Para resi kita zaman dahulu Telah menyiapkan kue manis yang paling lezat ini, Nama Sri Raama.

( Nyanyian bahasa Telugu ).


Kesehatanmu akan terganggu bila engkau makan segala jenis kue manis yang dijual di pasar. Kue-kue manis itu mungkin lezat, tetapi berbahaya bagimu. Sebaliknya, ambillah kue manis nama Raama yang telah disiapkan oleh para resi agung kita. Pengaruhnya pada pikiranmu akan menakjubkan. Kue manis nama Raama tidak akan pernah bisa basi atau rusak. Semakin banyak engkau memakan kue manis nama Raama, semakin besar kegembiraan yang akan kauperoleh darinya. Nama Raama lebih manis daripada gula dan lebih lezat daripada yoghurt.

Nama suci Raama sarat rasa manis dan tetap manis selama-lamanya. Sampai kini sudah banyak inkarnasi Tuhan yang menjelma di dunia, tetapi nama suci Raama tetap abadi. Sejak zaman dahulu nama Raama tetap berfungsi sebagai Taraka Mantra ‘mantra yang membebaskan ( dari lingkaran kelahiran dan kematian )’ bagi semuanya. Dari anak kecil hingga orang dewasa, setiap orang dapat memperoleh kebahagiaan jiwa dengan melantunkan nama Raama. Usia bukan penghalang untuk menghayati manisnya nama Raama. Ada kemanisan yang tak terhingga dalam nama ini. Sedetik pun janganlah kita melupakan nama Raama yang semanis nektar dan penuh kebahagiaan jiwa. Sayangnya dewasa ini orang-orang mengabaikan pelantunan nama Raama. Itu merupakan nasib buruk mereka.


Tempuhlah Hidup yang Ideal dan Patut Diteladani

Ketika Mirabai disuruh meninggalkan Pura Krishna di istana oleh Maharana, ia cemas sekali dan berpikir, “Bagaimana aku dapat meninggalkan Sri Krishna yang kukasihi dan pergi!” Akan tetapi, kepercayaannya yang mendalam kepada Krishna menimbulkan keyakinan yang teguh dalam dirinya, “Krishna akan ikut pergi bersamaku.” Ia berdoa kepada Krishna, “Oh Tuhan! Aku telah mendapatkan mutiara nama Tuhan yang sangat berharga setelah berusaha keras. Mohon berkatilah agar aku tidak kehilangan permata yang tak ternilai ini.” Dengan melantunkan nama Krishna tanpa henti, ia tiba di Dvaaraka. Akan tetapi, didapatinya pintu tempat ibadah tertutup. Karena tidak mampu lagi menahan kesedihan mendalam akibat rasa terpisah dari Sri Krishna yang dikasihinya, ia membenturkan kepalanya pada dinding tempat ibadah. Astaga! Lihatlah! Pintu pura itu terbuka dan Sri Krishna memperlihatkan diri di hadapannya. Setelah mendapat penampakan Krishna yang dikasihinya, ( kesadaran ) Mirabai manunggal dengan Beliau.

Kita harus meluaskan hati kita. Ini tidak berkaitan dengan hati fisik. Bila hati fisik membesar, diperlukan pengobatan oleh dokter! Memperluas hati artinya mempunyai hati yang lapang. Sejumlah orang duduk di sini sambil melonjorkan kaki dan mengambil banyak tempat. Sebaliknya, kalau mereka duduk berdekatan, lebih banyak bakta dapat memperoleh tempat di dalam pendapa. Kita bisa saling menolong dengan timbang rasa dan kesediaan untuk berbagi.


Mahasiswa dan pelajar terkasih!

Liburan musim panas telah tiba. Mulai besok kalian akan pulang untuk melewatkan liburan bersama orang tua kalian. Lewatkan waktu dengan riang bersama orang tua kalian. Renungkan saat-saat bahagia yang telah kaulewatkan di sini dengan mencamkan banyak ajaran yang suci. Buatlah orang tuamu senang. Bila engkau gembira, mereka juga akan gembira. Jangan pernah menyusahkan orang tua dengan kelakuanmu. Orang tuamu mempunyai tempat yang penting dalam hidupmu. Merupakan kewajiban utama anak untuk membuat orang tuanya senang. Tidak cukuplah bila engkau mengurus kenyamanan dan kesejahteraan mereka. Yang pertama dan terpenting engkau harus membuat mereka senang. Hidup itu tidak terbatas pada makanan ( khana ), minum ( piina ), tidur ( sona ), dan mati ( marna ). Kita lahir bukannya untuk makan, keluyuran, dan bersenang-senang. Kita lahir untuk melayani orang tua dan membuat mereka senang. Bila sekarang engkau membuat orang tuamu senang, kelak anak-anakmu juga akan membuat engkau senang. Tempuhlah hidup yang ideal dan patut diteladani. Hanya dengan demikianlah hidupmu akan disucikan dan pendidikan yang kauperoleh di lembaga pendidikan Sri Sathya Sai akan bermakna. Kuharap kalian semua akan mendapat nama baik dan terkenal sebagai siswa lembaga pendidikan yang mulia ini.

Bhagawan mengakhiri wacana Beliau dengan kidung suci, “Raama, Raama, Raama Siitaa ….”

Dari wacana Bhagawan pada hari Sri Raamanavami di Pendapa Sai Kulwant, Prashaanti Nilayam, 7 – 4 – 2006.
Diterjemahkan: .Retno Buntoro